DEWALIVE – Isu penagihan utang oleh debt collector sering kali menjadi sumber keresahan bagi masyarakat Indonesia. Praktek penagihan yang melibatkan kunjungan langsung ke rumah konsumen menimbulkan rasa tidak nyaman dan terkadang juga ketakutan, terutama jika dilakukan dengan cara-cara yang dianggap mengintimidasi. Meskipun legalitas penggunaan jasa debt collector telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 22 Tahun 2023, praktik di lapangan menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam memastikan bahwa proses penagihan dilakukan secara manusiawi dan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Peraturan OJK tersebut mengizinkan penyelenggara jasa keuangan untuk menggunakan jasa pihak ketiga atau debt collector dalam menagih utang, dengan syarat bahwa penagihan harus dilakukan sesuai dengan norma masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 62 dari peraturan ini jelas menekankan pentingnya menjaga martabat konsumen selama proses penagihan. Dengan kata lain, penagihan tidak boleh dilakukan dengan cara yang merendahkan, mengancam, atau membuat konsumen merasa terintimidasi. Peraturan ini sebenarnya bertujuan untuk melindungi konsumen dari praktik-praktik penagihan yang tidak etis.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua debt collector mematuhi aturan ini. Banyak kasus yang dilaporkan di mana penagihan dilakukan dengan cara-cara yang menakutkan, bahkan di luar jam dan tempat yang diatur oleh peraturan. Hal ini tidak hanya melanggar hak-hak konsumen, tetapi juga menciptakan citra negatif terhadap industri jasa keuangan secara keseluruhan. Ketidaksesuaian antara peraturan dan praktik lapangan menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum dalam sektor ini. Penegakan hukum yang tegas akan membantu memastikan bahwa peraturan yang ada benar-benar diterapkan dan dipatuhi oleh semua pihak.
Peraturan OJK juga menetapkan bahwa penagihan hanya boleh dilakukan di alamat penagihan atau domisili konsumen pada hari Senin hingga Sabtu, dari pukul 08.00 hingga 20.00, kecuali hari libur nasional. Peraturan ini memberikan batasan yang jelas untuk melindungi konsumen dari gangguan yang tidak diinginkan di luar jam-jam tersebut. Meskipun demikian, aturan ini juga memberikan kelonggaran bagi debt collector untuk menagih di luar waktu dan tempat yang ditentukan, asalkan dengan persetujuan konsumen terlebih dahulu. Fleksibilitas ini memungkinkan penagihan yang lebih sesuai dengan situasi konsumen, tetapi juga membuka potensi untuk disalahgunakan jika tidak diawasi dengan ketat.
Penting untuk diingat bahwa meskipun peraturan ini memberikan perlindungan kepada konsumen, tanggung jawab untuk membayar utang tetap ada pada konsumen. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, menekankan pentingnya konsumen untuk tidak hanya menuntut hak perlindungan, tetapi juga memenuhi kewajiban mereka dalam melakukan pembayaran utang. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara konsumen dan penyelenggara jasa keuangan harus didasarkan pada prinsip saling menghormati dan tanggung jawab yang seimbang. Konsumen yang bertanggung jawab akan membantu mengurangi risiko terjadinya konflik dalam proses penagihan antara penagih dan yang ditagih.
Secara keseluruhan, isu penagihan utang oleh debt collector membutuhkan pendekatan yang holistik. Di satu sisi, perlindungan konsumen harus diperkuat melalui pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik penagihan. Di sisi lain, konsumen juga harus diajak untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola utang mereka. Dengan pendekatan yang seimbang, diharapkan bahwa proses penagihan dapat dilakukan secara manusiawi, sesuai dengan aturan yang berlaku, dan tidak lagi menjadi sumber keresahan bagi masyarakat luas